Kamis, 12 April 2012

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

BAB I
PENDAHULUAN
           
1.1 Latar Belakang
Kemajuan yang terjadi di dunia dalam berbagai bidang termasuk bidang ekonomi juga dapat dirasakan di Indonesia. Ini dapat dilihat dari perubahan kondisi ekonomi negara. Dari tahun ke tahun kondisi ekonomi negara indonesia mengalami perubahan. Perekonomian tahun ini pasti berbeda dengan tahun sebelumnya apalagi dengan masa orde lama. Untuk itu, perlu dikaji lebih dalam tentang perekonomian dari tahun 2005-2012 (masa sekarang) agar dapat mempersiapkan sekaligus sebagai pelajaran untuk tahun selanjutnya.
Perkembangan perekonomian Indonesia dari tahun ke tahun dapat diamati dari perbedaan APBN-nya. APBN negara berisi data pemasukan dan pengeluaran negara tersebut. Dengan kata lain, APBN merupakan cerminan dari perekonomian negara secara garis besar.
Dari uraian diatas, kami memutuskan untuk menganalisa APBN Indonesia tahun 2005-2012 untuk mengetahui perkembangan ekonominya.
1.2  Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka kita dapat menyimpulkan beberapa rumusan masalah. Sebagai berikut :
1.      Apa pengertian dari APBN?
2.      Tujuan dan fungsi dari APBN?
3.      Apa yang menjadi tolak ukur dampak APBN?
4.      Apa saja yang menjadi struktur dan prinsip APBN?
5.       Bagaimana peran pajak dalam APBN?
1.3  Tujuan
1.      Untuk mempelajari dan memahami tentang sumber dan fungsi dari APBN.
2.      Untuk mengetahui dan mempelajari penggunaan dari APBN.
3.      Untuk mengetahui dan memahami jenis-jenis pembelanjaan negara.
4.      Untuk mengetahui peran pajak dalm APBN.
5.      Untuk mengetahui grafik dan tabel pembelanjaan negara tahun 2005-2012.

BAB II
ANALISIS APBN
2.1 Pengertian APBN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari – 31 Desember). APBN, Perubahan APBN, dan Pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.
Belanja terdiri atas dua jenis:
-       Belanja Pemerintah Pusat, adalah belanja yang digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan Pemerintah Pusat, baik yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah (dekonsentrasi dan tugas pembantuan). Belanja Pemerintah Pusat dapat dikelompokkan menjadi: Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal, Pembiayaan Bunga Utang, Subsidi BBM dan Subsidi Non-BBM, Belanja Hibah, Belanja Sosial (termasuk Penanggulangan Bencana), dan Belanja Lainnya.
-       Belanja Daerah, adalah belanja yang dibagi-bagi ke Pemerintah Daerah, untuk kemudian masuk dalam pendapatan APBD daerah yang bersangkutan.
Belanja Daerah meliputi:
Dana Bagi Hasil.
Dana Alokasi Umum.
Dana Alokasi Khusus.
Dana Otonomi Khusus.

2.2  Fungsi dan Peran APBN
APBN sebagai alat mobilisasi dana investasi, APBN di negara-negara sedang berkembang adalah sebagai alat untuk memobilisasi dana investasi dan bukannya sebagai alat untuk mencapai sasaran stabilisasi jangka pendek. Oleh karena itu besarnya tabungan pemerintah pada suatu tahun sering dianggap sebagai ukuran berhasilnya kebijakan fiskal Baik pengeluaran maupun penerimaan pemerintah mempunyai pengaruh atas pendapatan nasional. Pengeluaran pemerintah dapat memperbesar pendapatan nasional (expansionary), tetapi penerimaan pemerintah dapat mengurangi pendapatan nasional (contractionary).


APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN. Surplus penerimaan negara dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara tahun anggaran berikutnya.
Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan, Dengan demikian, pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran negara dapat menjadi pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila suatu pembelanjaan telah direncanakan sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk medukung pembelanjaan tersebut. Misalnya, telah direncanakan dan dianggarkan akan membangun proyek pembangunan jalan dengan nilai sekian miliar. Maka, pemerintah dapat mengambil tindakan untuk mempersiapkan proyek tersebut agar bisa berjalan dengan lancar.
Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi rakyat untuk menilai apakah tindakan pemerintah menggunakan uang negara untuk keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak.
Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efesiensi dan efektivitas perekonomian.
Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan
Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
APBN sebagai alat Stabilisasi Ekonomi,
Pemerintah menentukan beberapa kebijaksanaan di bidang anggaran belanja dengan tujuan mempertahankan stabilitas proses pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Anggaran belanja dipertahankan agar seimbang dalam arti bahwa pengeluaran total tidak melebihi penerimaan total
Tabungan pemerintah diusahakan meningkat dari waktu ke waktu dengan tujuan agar mampu menghilangkan ketergantungan terhadap bantuan luar negeri sebagai sumber pembiayaan pembangunan.
Basis perpajakan diusahakan diperluas secara berangsur-angsur dengan cara mengintensifkan penaksiran pajak dan prosedur pengumpulannya.
Prioritas harus diberikan kepada pengeluaran-pengeluaran produktif pembangunan, sedang pengeluaran-pengeluaran rutin dibatasi. Subsidi kepada perusahaan-perusahaan negara dibatassi.
Kebijaksanaan anggaran diarahkan pada sasaran untuk mendorong pemanfaatan secara maksimal sumber-sumber dalam negeri

2.3 Ada empat tolak ukur dampak APBN, yaitu :

1.SALDO ANGGARAN KESELURUHAN
Konsep ini ingin mengukur besarnya pinjaman bersih pemerintah dan didefinisikan sebagai :
G – T = B = Bn + Bb + Bf
Catatan :
G = Seluruh pembelian barang dan jasa (didalam maupun luar negeri), pembayaran transer dan pemberian pinjaman bersih.
T = Seluruh penerimaan, termasuk penerimaan pajak dan bukan pajak
B = Pinjaman total pemerintah
Bn = Pinjaman pemerintah dari masyarakat di luar sektor perbankan
Bb= Pinjaman pemerintah dari sektor perbankan
Bf =Pinjaman pemerintah dari luar negeri

- Jika Pemerintah tidak mengeluarkan obligasi kepada masyarakat, maka saldo anggaran keseluruhan menjadi :
G – T – B = Bb + Bf
- APBN dicatat demikian rupa sehingga menjadi anggaran berimbang : G – T – B = 0
Sejak APBN 2000 saldo anggaran keseluruhan defisit dibiayai melalui:
a. Pembiayaan Dalam Negeri :
-Perbankan Dalam Negeri
-Non Perbankan Dalam Negeri
b. Pembiayaan Luar Negeri Bersih
-Penarikan pinjaman luar negeri (bruto)
-Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri

2. KONSEP NILAI BERSIH
Yang dimaksud defisit menurut konsep nilai bersih adalah saldo dalam rekening lancar APBN. Konsep ini digunakan untuk mengukur besarnya tabungan yang diciptakan oleh sektor pemerintah, sehingga diketahui besarnya sumbangan sektor pemerintah terhadap pembentukan modal masyarakat.


3. DEFISIT DOMESTIK
- Saldo anggaran keseluruhan tidak merupakan tolok ukur yang tepat bagi dampak APBN terhadap pereknomian dalam negeri maupun terhadap neraca pembayaran.
- Bila G dan T dipecah menjadi dua bagian (dalam negeri dan luar negeri)
G = Gd + Gf
T = Td + Tf, maka persamaan (2) di atas menjadi
(Gd – Td) + (Gf – Tf) = + Bf
(Gd – Td) = dampak langsung putaran pertama terhadap PDB
(Gf – Tf) = dampak langsaung putaran pertama terhadap neraca pembayaran


4. DEFISIT MONETER
Konsep ini banyak digunakan dikalangan perbankan Indonesia terutama angka-angka yang mengukur defisit anggaran belanja ini diterbitkan oleh Bank Indonesia (sebagai data mengenai “faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah uang beredar”). Defisit dikur sebagai posisi bersih (netto) pemerintah terhadap sektor perbankan : G – T – Gf – Gb Karena Bn = 0
Di dalam konsep ini bantuan luar negeri dianggap sebagai penerimaan, diperlakukan sebagai pos yang tidak mempengaruhi posisi bersih. Bantuan luar negeri tidak dilihat fungsinya sebagai sumber dana bagi kekurangan pembiayaan pemerintah, tetapi sebagai pos pengeluaran yang langsung dikaitkan dengan sumber pembiayaannya.



2.4  Struktur dan Prinsip APBN :

1. Struktur dan Susunan APBN
Pendapatan Negara dan Hibah.
Penerimaan Pajak.
Penerimaan Bukan Pajak (PNBK).
Belanja Negara.
Belanja pemerintah pusat.
Anggaran Belanja untuk Daerah.
Keseimbangan Primer Perbedaan Statistik.
Surplus/ Defisit Anggaran.
Pembiayaan .

2. Prinsip-prinsip Dalam APBN
Prinsip Anggaran APBN.
Prinsip Anggaran dinamis.
Prinsip Anggaran Fungsional.


2.5  Peran Pajak dalam APBN
Dalam APBN, pajak tergolong pendapatan non migas. Jika ditinjau dari susunan atau komponen APBN yang sebagian besarnya pendapatan negara diterima dari sektor pajak, jelas bahwa pajak sangat berpengaruh pada pendapatanIndonesia. Struktur pendapatan negara didominasi sumber-sumber penerimaan dari pos-pos perpajakan, karena Pemerintah lebih memfokuskan menggali sumber-sumber dana di dalam negeri dan menghindari utang luar negeri. Itulah maka pada APBN 2011 hibah memiliki jumlah yang paling sedikit daripada sumber pendapatan Negara lainnya.


     Penerimaan perpajakan didominasi oleh sumber-sumber antara lain pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai barang atau pajak penjualan barang mewah, pajak bumi dan bangunan, penerimaan cukai dll. Dari tahun ke tahun penerimaan/pendapatan negara dari pajak terus meningkat. Ada beberapa alasan mengapa pajak begitu penting bagi APBN yaitu:

1.PPh memberikan sumbangsih yang tidak kecil pada pendapatan negara, hal ini dikarenakan PPh adalah jenis pajak langsung dengan tarif progresif, pajak ditanggung oleh wajib pajak bersangkutan dan besar pajak akan semakin besar bila pendapatan yang diterima juga semakin besar.
Pendapatan Negara yang diterima untuk digunakan di APBN 2011 dari pajak penghasilan berjumlah 420.493,8 triliun.
2. Cukai adalah pungutan oleh negara secara tidak langsung kepada konsumen yang menikmati/menggunakan obyek cukai. Obyek cukai pada saat ini adalah cukai hasil tembakau(rokok, cerutu dsb), Minuman mengandung alkohol / Minuman keras. Harga sebungkus rokok yang dibeli oleh konsumen sudah mencakup besaran cukai didalamnya. Pada APBN 2011, cukai yang menjadi pendapatan Negara berjumlah 62.759,9 triliun.
3. Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan pada suatu barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Indonesia menganut sistem tarif tunggal untuk PPN, yaitu sebesar 10%. Dasar hukum utama yang digunakan untuk penerapan PPN di Indonesia adalah Undang-Undang No. 8/1983 berikut revisinya, yaitu Undang-Undang No. 11/1994 dan Undang-Undang No. 18/2000.
Pendapatan negara yang didapat dari Pajak Pertambahan Nilai berjumlah 312.110,0 triliun.
4. Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang dipungut atas tanah atau bangunan bagi orang atau badan yang mempunyai hak dan memiliki manfaat atasnya. Dasar pengenaan pajak dalam PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak, yang besarnya ditentukan berdasarkan harga pasar pertahunnya dan ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Pajak Bumi dan Bangunan di pendapatan negara APBN 2011 berjumlah 27.682,4.

Keempat pajak di atas adalah penyumbang terbesar pada pendapatan negara. Masih banyak pajak lainnya, tetapi jumlah kesemua pajak tersebut tetap lebih kecil.

          Sementara alokasi dana APBN yang didapat dari penerimaan perpajakan, penerimaan bukan pajak dan hibah digunakan untuk belanja negara dan pembiayaan lainnya. Belanja negara dalam tahun 2011 ditetapkan sebesar Rp1.229,6 triliun. Jumlah itu terdiri atas belanja pemerintah pusat Rp836,6 triliun dan transfer ke daerah Rp393,0 triliun.

         Menurut jenis belanja, belanja pemerintah pusat terdiri atas belanja pegawai Rp180,6 triliun, belanja barang Rp132,4 triliun, belanja modal Rp121,9 triliun, pembayaran bunga utang Rp115,2 triliun, subsidi sebesar Rp187,6 triliun, belanja hibah Rp771,3 miliar, bantuan sosial Rp61,0 triliun, dan belanja lain-lain Rp15,3 triliun.

          Subsidi sebesar Rp187,6 triliun terdiri atas subsidi energi sebesar Rp136,6 triliun, subsidi listrik Rp40,7 triliun dan subsidi non energi Rp51,0 triliun. “Subsidi non energi terdiri atas subsidi pangan Rp15,3 triliun, subsidi pupuk Rp16,4 triliun, subsidi benih Rp120,3 miliar, subsidi/bantuan PSO sebesar Rp1,9 triliun dan subsidi pajak ditanggung pemerintah sebesar Rp14,8 triliun,”.




















BERIKUT ADALAH GRAFIK DARI APBN TAHUN 2005 – 2012 :













TABEL PENGELUARAN INVESTASI PEMERINTAH , TAHUN 2005 – 2012 :







BAB III
PENUTUP

  Kesimpulan
Dengan adanya APBN maka negara bisa lebih memperoleh kemudahan dalam mengatur sistem pemerintahan guna memeratakan kesejahteraan yang menjadi salah satu tujuan dari APBN itu sendiri.
APBN mempunyai fungsi utama yang dijalankan antara lain:
a.       Fungsi alokasi
Melalui APBN, kegiatan ekonomi pemerintah diarahkan untuk menambah atau mengurangi alokasi sumber-sumber ekonomi. Dengan demikian, berbagai macam barang kebutuhan umum (public goods) dan jasa pelayanan umum (public service) dapat terpenuhi.
b.      Fungsi distribusi
Penduduk indonesia tersebar di seluruh pelosok nusantara. Bahkan, sebagian besar penduduk indonesia tinggal di daerah dan pulau-pulau terpencil. Mereka semua berhak memperoleh pendapatan dan fasilitas yang sama dengan penduduk yang tinggal di kota besar. Disnilah APBN menjalankan fungsi distribusi, meliputi pemerataan pendapatan dan pembangunan diseluruh wilayah nusantara.
c.       Fungsi stabilisasi
Fungsi stabilisasi meliputi upaya menciptakan stabilitas pertahanan dan keamanan, peningkatan pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas keuangan (moneter).

Dengan adanya APBN yang tersusun secara terperinci, seharusnya negara indonesia bisa mengatasi berbagai persoalan yang ada dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meminimalisasi berbagai dampak buruk dari semua masalah yang timbul di masyarakat.
 Penerimaan perpajakan didominasi oleh sumber-sumber antara lain pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai barang atau pajak penjualan barang mewah, pajak bumi dan bangunan, penerimaan cukai dll. Dari tahun ke tahun penerimaan/pendapatan negara dari pajak terus meningkat.



DAFTAR PUSTAKA

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR DI INDONESIA


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pada mulanya hubungan perdagangan hanya terbatas pada satu wilayah Negara yang tertentu, tetapi dengan semakin berkembangnya arus perdagangan maka hubungan dagang tersebut tidak hanya dilakukan antara para pengusaha dalam satu wilayah negara saja, tetapi juga dengan para pedagang dari negara lain, tidak terkecuali Indonesia. Bahkan hubungan-hubungan dagang tersebut semakin beraneka ragam, termasuk cara pembayarannya. Kegiatan ekspor impor didasari oleh kondisi bahwa tidak ada suatu Negara yang benar-benar mandiri karena satu sama lain saling membutuhkan dan saling mengisi. Setiap Negara memiliki karakteristik yang berbeda, baik sumber daya alam, iklim, geografi, demografi, struktur ekonomi dan struktur sosial. Perbedaan tersebut menyebabkan perbedaan komoditas yang dihasilkan, komposisi biaya yang diperlukan, kualitas dan kuantitas produk.  secara langsung atau tidak langsung membutuhkan pelaksanaan pertukaran barang dan  atau jasa antara satu negara dengan negara lainnya. Maka dari itu antara negara-negara yang terdapat didunia perlu terjalin suatu hubungan perdagangan untuk memenuhi kebutuhan tiap-tiap negara tersebut. Transakasi perdagangan  internasional yang lebih dikenal dengan istilah ekspor impor, pada hakikatnya adalah suatu transaksi sederhana yang tidak lebih dari membeli dan menjual barang antara pengusaha-pengusaha yang bertempat tinggal atau berdomisili dinegara-negara yang berbeda. Namun dalam pertukaran barang dan jasa yang menyeberangi laut ataupun darat ini tidak jarang timbul berbagai masalah yang kompleks antara para pengusaha yang mempunyai bahasa, kebudayaan,  adat istiadat, dan cara yang berbeda-beda.







B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang akan menjadi pembahasan dalam
Kegiatan Ekspor Impor adalah sebagai berikut :
1.      Apa pengertian dari Ekspor dan Impor ?
2.      Bagaimana perkembangan Ekspor Impor di Indonesia?
3.      Apa manfaat melakukan Ekspor Impor?
4.      Apa saja yang menjadi faktor pendorong Ekspor Impor?
5.      Apa yang menjadi masalah dalam Ekspor Impor?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Bahwa penulisan makalah ini mempunyai beberapa tujuan antara lain :
1.      Untuk mempelajari tentang pengertian Ekspor dan Impor.
2.      Untuk mengetahui perkembangan Ekspor Impor di Indonesia.
3.      Untuk mengetahui masalah dalam Ekspor Impor .
4.      Untuk mengetahui grafik dari Ekspor Impor.









BAB II
KEGIATAN EKSPOR IMPOR
2.1 Pengertian Ekspor dan Impor
Ekspor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan. Proses ekspor pada umumnya adalah tindakan untuk mengeluarkan barang atau komoditas dari dalam negeri untuk memasukannya ke negara lain. Ekspor barang secara besar umumnya membutuhkan campur tangan dari bea cukai di negara pengirim maupun penerima. Ekspor adalah bagian penting dari perdagangan internasional, lawannya adalah impor.

Impor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan. Proses impor umumnya adalah tindakan memasukan barang atau komoditas dari negara lain ke dalam negeri. Impor barang secara besar umumnya membutuhkan campur tangan dari bea cukai di negara pengirim maupun penerima. Impor adalah bagian penting dari perdagangan internasional, lawannya adalah ekspor.
2.2  Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia
Sejak tahun 1987 ekspor Indonesia mulai didominasi oleh komoditi non migas dimana pada tahun-tahun sebelumnya masih didominasi oleh ekspor migas. Pergeseran ini terjadi setelah pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan dan deregulasi di bidang ekspor, sehingga memungkinkan produsen untuk meningkatkan ekspot non migas. Pada tahun 1998 nilai ekspor non migas telah mencapai 83,88% dari total nilai ekspor Indonesia, sementara pada tahun 1999 peran nilai ekspor non migas tersebut sedikit menurun, menjadi 79,88% atau nilainya 38.873,2 juta US$ (turun 5,13%). Hal ini berkaitan erat dengan krisis moneter yang melanda indonesia sejak pertengahan tahun 1997.
Tahun 2000 terjadi peningkatan ekspor yang pesat, baik untuk total maupun tanpa migas, yaitu menjadi 62.124,0 juta US$ (27,66) untuk total ekspor dan 47.757,4 juta US$ (22,85%) untuk non migas. Namun peningkatan tersebut tidak berlanjut ditahun berikutnya. Pada tahun 2001 total ekspor hanya sebesar 56.320,9 juta US$ (menurun 9,34%), demikian juga untuk eskpor non migas yang menurun 8,53%. Di tahun 2003 ekspor mengalami peningkatan menjadi 61.058,2 juta US$ atau naik 6,82% banding eskpor tahun 2002 yang sebesar 57.158,8 juta US$. Hal yang sama terjadi pada ekspor non migas yang naik 5,24% menjadi 47.406,8 juta US$. Tahun 2004 ekspor kembali mengalami peningkatan menjadi 71.584,6 juta US$ (naik 17,24%) demikian juga ekspor non migas naik 18,0% menjadi 55.939,3 juta US$. Pada tahun 2006 nilai ekspor menembus angka 100 juta US$ menjadi 100.798,6 juta US$ atau naik 17,67%, begitu juga dengan ekspor non migas yang naik 19,81% dibandingkan tahun 2005 menjadi 79.589,1 juta US$.
Selama lima tahun terakhir, nilai impor Indonesia menunjukkan trend meningkat rata-rata sebesar 45.826,1 juta US$ per tahun. Pada tahun 2006, total impor tercatat sebesar 61.065,5 juta US$ atau meningkat sebesar 3.364,6 juta US$ (5,83%) dibandingkan tahun 2005. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya impor migas sebesar 1.505,2 juta US$ (8,62%) menjadi 18.962,9 juta US$ dan non migas sebesar 1.859,4 juta US$ (4,62%) menjadi 42.102,6 juta US$. Pada periode yang sama, peningkatan impor terbesar 54,15% dan non migas sebesar 39,51%.
Dilihat dari kontribusinya, rata-rata peranan impor migas terhadap total impor selama lima tahun terakhir mencapai 26,15% dan non migas sebesar 73.85% per tahun. Dibandingkan tahun sebelumnya, peranan impor migas meningkat dari 30,26% menjadi 31,05% di tahun 2006. Sedangkan peranan impor non migas menurun dari 69,74% menjadi 68,95%.

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor (juta US$), 1980-2006
Tahun Non Migas Migas Total
Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor
1980 6.168,8 9.090,4 17.781,6 1.744,0 23.950,4 10.834,4
1981 4.501,3 11.550,8 20.663,2 1.721,3 25.164,5 13.272,1
1982 3.929,0 13.314,1 18.399,3 3.544,8 22.328,3 16.858,9
1983 5.005,2 12.207,0 16.140,7 4.144,8 21.145,9 16.351,8
1984 5.869,7 11.185,3 16.018,1 2.696,8 21.887,8 13.882,1
1985 5.868,9 8.983,5 12.717,8 1.275,6 18.586,7 10.259,1
1986 6.528,4 9.632,0 8.276,6 1.086,4 14.805,0 10.718,4
1987 8.579,6 11.302,4 8.556,0 1.067,9 17.135,6 12.370,3
1988 11.536,9 12.339,5 7.681,6 909,0 19.218,5 13.248,5
1989 13.480,1 15.164,4 8.678,8 1.195,2 22.158,9 16.359,6
1990 14.604,2 19.916,6 11.071,1 1.920,4 25.675,3 21.837,0
1991 18.247,5 23.558,5 10.894,9 2.310,3 29.142,4 25.868,8
1992 23.296,1 25.164,6 10.670,9 2.115,0 33.967,0 27.279,6
1993 27.077,2 26.157,2 9.745,8 2.170,6 36.823,0 28.327,8
1994 30.359,8 29.616,1 9.693,6 2.367,4 40.053,4 31.983,5
1995 34.953,6 37.717,9 10.464,4 2.910,8 45.418,0 40.628,7
1996 38.093,0 39.333,0 11.721,8 3.595,5 49.814,8 42.928,5
1997 41.821,1 37.755,7 11.622,5 3.924,1 53.443,6 41.679,8
1998 40.975,5 24.683,2 7.872,1 2.653,7 48.847,6 27.336,9
1999 38.873,2 20.322,2 9.792,2 3.681,1 48.665,4 24.003,3
2000 47.757,4 27.495,3 14.366,6 6.019,5 62.124,0 33.514,8
2001 43.684,6 25.490,3 12.636,3 5.471,8 56.320,9 30.962,1
2002 45.046,1 24.763,1 12.112,7 6.525,8 57.158,8 31.288,9
2003 47.406,8 24.939,8 13.651,4 7.610,9 61.058,2 32.550,7
2004 55.939,3 34.792,5 15.645,3 11.732,0 71.584,6 46.524,5
2005 66.428,4 40.243,2 19.231,6 17.457,7 85.660,0 57.700,9
2006 79.589,1 42.102,6 21.209,5 18.962,9 100.798,6 61.065,5


2. Kondisi Ekspor Indonesia Dewasa Ini
Pengutamaan Ekspor bagi Indonesia sudah digalakkan sejak tahun 1983. Sejak saat itu, ekspor menjadi perhatian dalam memacu pertumbuhan ekonomi seiring dengan berubahnya strategi industrialisasi-dari penekanan pada industri substitusi impor ke industri promosi ekspor. Konsumen dalam negeri membeli barang impor atau konsumen luar negeri membeli barang domestik, menjadi sesuatu yang sangat lazim. Persaingan sangat tajam antar berbagai produk. Selain harga, kualitas atau mutu barang menjadi faktor penentu daya saing suatu produk.
Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari-Oktober 2008 mencapai 118,43 juta US$ atau meningkat 26,92% dibanding periode yang sama tahun 2007, sementara ekspor non migas mencapai 92,26 juta US$ atau meningkat 21,63%. Sementara itu menurut sektor, ekspor hasil pertanian, industri, serta hasil tambang dan lainnya pada periode tersebut meningkat masing-masing 34,65%, 21,04%, dan 21,57% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Adapun selama periode ini pula, ekspor dari 10 golongan barang memberikan kontribusi 58,8% terhadap total ekspor non migas. Kesepuluh golongan tersebut adalah, lemak dan minyak hewan nabati, bahan bakar mineral, mesin atau peralatan listrik, karet dan barang dari karet, mesin-mesin atau pesawat mekanik. Kemudian ada pula bijih, kerak, dan abu logam, kertas atau karton, pakaian jadi bukan rajutan, kayu dan barang dari kayu, serta timah.
Selama periode Januari-Oktober 2008, ekspor dari 10 golongan barang tersebut memberikan kontribusi sebesar 58,80% terhadap total ekspor non migas. Dari sisi pertumbuhan, ekspor 10 golongan barang tersebut meningkat 27,71% terhadap periode yang sama tahun 2007.
Sementara itu, peranan ekspor non migas di luar 10 golongan barang pada Januari-Oktober 2008 sebesar 41,20%.
Jepang pun masih merupakan negara tujuan ekspor terbesar dengan nilai US$11,80 juta (12,80%), diikuti Amerika Serikat dengan nilai 10,67 juta US$ (11,57%), dan Singapura dengan nilai 8,67 juta US$ (9,40%).
Peranan dan perkembangan ekspor non migas Indonesia menurut sektor untuk periode Januari-Oktober tahun 2008 dibanding tahun 2007 dapat dilihat pada. Ekspor produk pertanian, produk industri serta produk pertambangan dan lainnya masing-masing meningkat 34,65%, 21,04%, dan 21,57%.
Dilihat dari kontribusinya terhadap ekspor keseluruhan Januari-Oktober 2008, kontribusi ekspor produk industri adalah sebesar 64,13%, sedangkan kontribusi ekspor produk pertanian adalah sebesar 3,31%, dan kontribusi ekspor produk pertambangan adalah sebesar 10,46%, sementara kontribusi ekspor migas adalah sebesar 22,10%.
Kendati secara keseluruhan kondisi ekspor Indonesia membaik dan meningkat, tak dipungkiri semenjak terjadinya krisis finansial global, kondisi ekspor Indonesia semakin menurun. Sebut saja saat ekspor per September yang sempat mengalami penurunan 2,15% atau menjadi 12,23 juta US$ bila dibandingkan dengan Agustus 2008. Namun, secara year on year mengalami kenaikan sebesar 28,53%.
3. Kondisi Impor Indonesia Dewasa Ini
Keadaan impor di Indonesia tak selamanya dinilai bagus, sebab menurut golongan penggunaan barang, peranan impor untuk barang konsumsi dan bahan baku/penolong selama Oktober 2008 mengalami penurunan dibanding bulan sebelumnya yaitu masing-masing dari 6,77% dan 75,65% menjadi 5,99% dan 74,89%. Sedangkan peranan impor barang modal meningkat dari 17,58% menjadi 19,12%.
Sedangkan dilihat dari peranannya terhadap total impor non migas Indonesia selama Januari-Oktober 2008, mesin per pesawat mekanik memberikan peranan terbesar yaitu 17,99%, diikuti mesin dan peralatan listrik sebesar 15,15%, besi dan baja sebesar 8,80%, kendaraan dan bagiannya sebesar 5,98%, bahan kimia organik sebesar 5,54%, plastik dan barang dari plastik sebesar 4,16%, dan barang dari besi dan baja sebesar 3,27%.
Selain itu, tiga golongan barang berikut diimpor dengan peranan di bawah tiga% yaitu pupuk sebesar 2,43%, serealia sebesar 2,39%, dan kapas sebesar 1,98%. Peranan impor sepuluh golongan barang utama mencapai 67,70% dari total impor non migas dan 50,76% dari total impor keseluruhan.
Data terakhir menunjukkan bahwa selama Oktober 2008 nilai impor non migas Kawasan Berikat (KB/kawasan bebas bea) adalah sebesar 1,78 juta US$. Angka tersebut mengalami defisit sebesar US$9,3 juta atau 0,52% dibanding September 2008.
Sementara itu, dari total nilai impor non migas Indonesia selama periode tersebut sebesar 64,62 juta US$ atau 76,85% berasal dari 12 negara utama, yaitu China sebesar 12,86 juta US$ atau 15,30%, diikuti Jepang sebesar 12,13 juta US$ (14,43%). Berikutnya Singapura berperan 11,29%, Amerika Serikat (7,93%), Thailand (6,51%), Korea Selatan (4,97%), Malaysia (4,05%), Australia (4,03%), Jerman (3,19%), Taiwan (2,83%), Prancis (1,22%), dan Inggris (1,10%). Sedangkan impor Indonesia dari ASEAN mencapai 23,22% dan dari Uni Eropa 10,37%.

2.3  Manfaat Melakukan Ekspor Impor
manfaat perdagangan internasional adalah sebagai berikut.
• Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktor-faktor tersebut diantaranya : Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.
• Memperoleh keuntungan dari spesialisasi
Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri.
• Memperluas pasar dan menambah keuntungan
Terkadang, para pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan maksimal karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk tersebut keluar negeri.


• Transfer teknologi modern
Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efesien dan cara-cara manajemen yang lebih modern.

2.4 Faktor Pendorong
Banyak faktor yang mendorong suatu negara melakukan perdagangan internasional, di antaranya sebagai berikut :
• Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri
• Keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan negara
• Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi
• Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk menjual produk tersebut.
• Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya, dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi dan adanya keterbatasan produksi.
• Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang.
• Keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari negara lain.
• Terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negara pun di dunia dapat hidup sendiri.


2.5 Problema Ekspor
Barang-barang yang diperdagangkan ke luar negeri atau di ekspor terdiri dari bermacam-macam jenis hasil bumi disamping hasil tambang dan hasil laut dan lainnya. Kita mengetahui bahwa masalah ekspor itu bukanlah persoalan yang berdiri sendiri, tetapi hanyalah sebagai ujung dari suatu kegiatan ekonomi yang menyangkut bidang yang amat luas, atau paling banyak dapat dikatakan hanya sebagai salah satu dari satu mata rantai akitifitas perekonomian pada umumnya.
Hasil bumi misalnya sebagian dihasilkan oleh perkebunan-perkebunan milik pemerintah maupun swasta, sedangkan sebagian lagi oleh petani-petani kecil yang bertebaran diseluruh tanah air. Bahkan hasil-hasil itu masih bertebaran di hutan. Akan tetapi semuanya itu tidak akan menjelma menjadi devisa nyata kalau tidak diusahakan. Hasil-hasil itu setidak-tidaknya harus dikumpulkan lebih dulu sedikit demi sedikit dari tempat kecil yang terpencil di pedalaman. Dari situ harus diangkut ke kota dan kemudian dalam umlah yang agak banyak baru diagkut ke pelabuhan yang terdekat.
Sampai pada taraf itu Indonesia sudah dihadapkan pada masalah-masalah tertentu, yaitu :
A. Masalah pengumpulan dan masalah angkutan darat
Masalah pengumpulan merupakan persoalan tersendiri, bagaimana caranya mengumpulkan barang itu dari tempat-tempat kecil dan dari produsen yang tersebar itu. Bidang prasarana ekonomi inonesia memang tidak sempurna, sehingga dalam banyak hal menjadi hambatan dalam usaha ke arah perbaikan dalam bidang-bidang lain.
B. Masalah pembiayaan Rupiah ( Rupiah Financing)
Persoalan pembiayaan ini merupakan pesoalan yang penting pula, apakah keuangan sendiri dari setiap pengusaha cukup kuat untuk membiayainya, ataukah tidak perlu bantuan dari bank-bank pemerintah atau badan-badan keuangan lainnya. Kalau demikian halnya sampai sejauh mana pemerintah dapat memberikan bantuan dalam pemecahan persoalan pembiayaan rupiah ini.
Barang ekspor kita sebagian dihasilkan oleh produsen kecil ataupun hanya dipungut dari hutan-hutan, laut dan sungai. Produsen atau pengumpul pertama itu mempunyai tingkat pengetahuan dan cara pengolahan yang tidak sama, sehingga barang yang dihasilkan belum mempunyai mutu yang seragam, bahkan mungkin sekali belum dilakukan pengolahan sama sekali. Barang masih sedemikian itu sudah tentu belum dapat diperdagangkan ke luar negeri, tetapi masih perlu di olah lebih dahulu.


C. Masalah sortasi dan Up-grading (sorting & up-grading)
Baik di desa maupun di kota-kota pelabuhan barang-barang yang sudah terkumpul harus disimpan dengan baik dan dimasukkan di dalam karung ataupun peti yang kuat sehingga terhindar dari kemungkinan kerusakan selama dalam penyimpanan atau selama dalam perjalanan. Jadi dalam hal inipun tidak dapat diabaikan persoalan.
7. Aneka Cara Ekspor
I. Ekspor Biasa
Dalam hal ini barang di kirim ke luar negeri sesuai dengan peraturan umum yang berlaku, yang ditujukan kepada pembeli di luar negeri untuk memenuhi suatu transaksi yang sebelumnya sudah diadakan dengan importir di luar negeri. Sesuai dengan perturan devisa yang berlaku maka hasil devisa yang di peroleh dari ekspor ini dapat di jual kepada Bank Indonesia, sedangkan eksportir menerima pemabayaran dalam mata uang rupiah sesuai dengan penatapan nilai kurs valuta asing yang ditentukan dalam bursa valuta, atau juga dapat dipakai sendiri oleh eksportir.
II. Barter
Barter adalah pengiriman barang-barang ke luar negeri untuk ditukarkan langsung dengan barang, tidak menerima pembayaran di dalam mata uang rupiah. Kalau kiata mempelajari sejarah masyarakat primitif ataupun masyarkat suku terasing, maka kebanyakan cara yang mereka tempuh dalam memenuhi kebutuhannya adalah dengan cara “tukar menukar” apa yang dipunyai (diproduksinya) dengan barang apa yang di miliki tetangganya.
III. Konsinyasi (Consignment)
Adalah pengiriman barang ke luar negeri untuk di jual sedangkan hasil penjualannya diperlakukan sama dengan hasil ekspor biasa. Jadi, dalam hal ini barang di kirim ke luar negeri bukan untuk ditukarkan dengan barang lain seperti dalam hal barter, dan juga bukan untuk memenuhi suatu transaksi yang sebelumnya sudah dilakukan eperti dalam hal ekspor biasa. Tegasnya di dalam pengiriman barang sebagai barang konsinyasi belum ada pembeli yang tertentu diluar negeri.


IV. Package-Deal
Dalam rangka memperluas pasaran hasil bumi Indonesia terutama dengan negara sosialis, pemerintah adakalanya mengadakan perjanjian perdagangan (trade agreement) dengan salah satu negara pada perjanjian ditetapkan sejumlah barang tertentu akan diekspor ke negara itu dan sebaliknya dan dari negara itu akan diimpor sejumlah jenis barang yang dihasilkan dari negara tersebut dan yang kiranya kita butuhkan. Pada prinsipnya semacam barter, namun terdiri dari aneka komoditi.
V. Penyelundupan (smuggling)
Di negara manapun hampir selalu ada, baik perorangan maupun badan-badan usaha yang hanya memikirkan kepentingan dan keuntungan diri sendiri tanpa mengindahkan peraturan yang berlaku. Ada saja dalam perdagangan luar negeri golongan yang berusaha lolos dari peraturan pemerintah yang dianggapnya merugikan kepentingannya.














BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Sejak tahun 1987 ekspor Indonesia mulai didominasi oleh komoditi non migas dimana pada tahun-tahun sebelumnya masih didominasi oleh ekspor migas. Pergeseran ini terjadi setelah pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan dan deregulasi di bidang ekspor, sehingga memungkinkan produsen untuk meningkatkan ekspot non migas. Pada tahun 1998 nilai ekspor non migas telah mencapai 83,88% dari total nilai ekspor Indonesia, sementara pada tahun 1999 peran nilai ekspor non migas tersebut sedikit menurun, menjadi 79,88% atau nilainya 38.873,2 juta US$ (turun 5,13%). Hal ini berkaitan erat dengan krisis moneter yang melanda indonesia sejak pertengahan tahun 1997.
Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari-Oktober 2008 mencapai 118,43 juta US$ atau meningkat 26,92% dibanding periode yang sama tahun 2007, sementara ekspor non migas mencapai 92,26 juta US$ atau meningkat 21,63%. Sementara itu menurut sektor, ekspor hasil pertanian, industri, serta hasil tambang dan lainnya pada periode tersebut meningkat masing-masing 34,65%, 21,04%, dan 21,57% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.










DAFTAR PUSTAKA